Fragmen kehidupan akan menyapaku sebentar lagi
Kehidupan kelak akan mengenalkanku pada sang waktu
Apa yang dapat ku katakan pada detik-detik waktu
Selain getar haru menanti keputusan takdir
Temaram cahaya senja itu menyambutku
Dan linagan airmata bunda menegaskan bahwa aku telah tiba
Dalam ruang fana kehidupan
Kala mata nanar melihat dunia
Tampak Dunia yang hina, dan penuh keculasan
Memintaku untuk berjabat tangan
Tiba-tiba aku dikejutkan oleh teriakan sang waktu
Memintaku untuk segera mempersiapkan segalanya
Entah apa yang ingin diperbuat oleh sang waktu padaku
Sorot matanya tajam dan penuh intimidasi
Seolah memintaku untuk cepat berlari
Rasa cemas menyelimutiku
kurasakan firasat buruk atas kehadiran dunia dan waktu
hanyalah tangis yang keluar dari mulut ini
kulihat juga manusia berdatangan kearahku seraya tersenyum
bunda mungkin merasakan cemasku
ia mendekapku dan irama denyut nadinya
membuatku merasa aman untuk sesaat
begitulah kuthau akhirnya, ibu adalah kedamaian
Sejenak ku tertidur dalam dekapannya
Fragmen kehidupanku terus berlanjut
Dunia dan waktu mengikuti tiap langkahku
Dunia ternyata baik hati
Ia menawarkan padaku berjuta kesenangan dan angan
Sehingga aku terlena pada sang waktu yang memang menyebalkan
Waktu selalu melarangku untuk menuruti angan dan kesenangan
Cinta pun meliputiku, pada dunia
Pada apa-apa yang ia tawarkan
Keindahan, kecantikan, kekayaan dan kekuasaan
Alangkah menyenangkannya kehidupan dengan dunianya
Alangkah indah cinta itu menyapaku
Kini dunia adalah segalanya bagiku
Kukurbankan waktu demi mengejar dunia,
Mengikuti langkah-langkahnya sangatlah mengasyikan
Canda tawa dan pipi yang merona
Kelezatan dan ketamakan
Kesombongan dan kekuasaan
Itulah angan kehidupanku
“Waktu, waktu, ..... kamu semakin tua”
Kataku di suatu senja
Aku kini senang mencemooh waktu yang semakin ringkih
Keriput membanjiri tubuh congkaknya
Memang kusaksikan sang waktu semakin memudar
apakah ini pertanda ia akan menghilang
dan menjauh dariku
itu berarti kebebasan bagiku
menikmati dunia
tanpa pengawasannya
semua terhenti manakala kumenyaksikan
mentari terbelah di pagi hari
dan rasa-sakit yang menyayat-nyayat sekujur tubuhku
“inikah sakaratul maut”
“betapa sakitnya, betapa kejamnya sakratul maut ini merenggut hidupku”
waktu yang selalu mengikutiku dengan nasehat-nasehatnya
kini menghilang entah kemana
dunia datang membawa selembar kertas
berisi catatan-catatan ketamakanku
sembari tertawa ia berkata
“ inilah kesenangan-kesenangan yang telah kau habiskan, kini saatnya kau membayarnya dengan kematian”
Dunia kembali tertawa terbahak-bahak sembari berlari pergi
Meninggalkanku sendiri dalam ruang gelap yang sempit ini
Terpenjara dalam ruang penyesalan
Terhadap waktu yang kusiakan
Kuberucap dalam hati
“andai waktu kembali tak kusiakn dirimu lagi”
Dalam ratapan, ku menangis
Alangkah bodoh hambamu ini ya Rabb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar