Jumat, 26 Oktober 2012

Mengkritisi Dongeng Si Kancil Mencuri Ketimun

di ambil dari Blog Afifah Afra....

Salah satu dongeng yang saya pastikan tidak akan saya sampaikan ke anak-anak saya adalah 'Si Kancil Nyolong Timun' (Si Kancil Mencuri Ketimun). Mengapa seekstrem itu? Bagaimana sih, isi dongeng itu?

Jika Anda tinggal di daerah Jawa, khususnya Jawa Tengah, cerita anak ini sungguh sangat ngetop. Baiklah, sekilas saya paparkan isinya.
Ringkasnya, pada suatu hari, si kancil mencuri ketimun, lalu ditangkap Pak Tani (maksudnya Petani). Oleh Pak Tani, dia dimasukkan ke dalam kurungan. Nah, saat dikurung itulah, seekor anjing penjaga, milik Pak Tani mondar-mandir di dekatnya.
"Kenapa kau dikurung?" tanya Anjing Penjaga,
Si Kancil tersenyum, sebuah ide nyelip di otaknya. "Siapa bilang aku dikurung. Aku sedang disuruh menyepi, membersihkan jiwa disini."
"Apa maksudmu?" si Anjing bingung.
"Pak Tani mau menjadikanku sebagai menantu. Makanya, aku disuruh membersihkan jiwa terlebih dahulu."
Si Anjing mendadak merasa cemburu. "Sialan, aku yang sudah sejak dahulu ikut Pak Tani dan setia, tetapi malah tidak dijadikan menantu. Malah kamu, yang baru saja nongol, langsung dijadikan menantu."
Umpan si Kancil termakan si Anjing. Maka, ia pun menerapkan jurus selanjutnya.
"Ah, aku sungguh kasihan kepadamu. Pak Tani benar-benar tidak adil. Kau yang setia kepada beliau, malah dinomorduakan."
Si Anjing makin gondok. Saat amarah dalam dadanya tengah meledak, maka Si Kancil pun kembali memasang umpan.
"Gini saja, Jing. Bagaimana jika kau yang masuk ke dalam kurungan ini. Kau bertapa di dalam sini, sehingga bersih jiwamu. Nanti, kau akan diangkat jadi menantu Pak Tani."
Si Anjing sontak setuju. Walhasil, ia pun membuka kurungan si Kancil, dan masuk ke dalamnya. Kancil melenggang keluar. Bebas!
* * *
Sekilas, apa yang terbersit di benak Anda setelah membaca ringkasan dongeng tersebut? Mudah-mudahan ada kesamaan pikiran. Yah, si kancil itu mirip para koruptor zaman sekarang. Mencuri uang rakyat, dikurung, lalu menyuap petugas dan bebas. Cuma, memang modus operandinya lebih canggih.
Bisa jadi, saat menciptakan dongeng tersebut, para leluhur kita tak memiliki pemikiran buruk, kecuali sekadar membuat anekdot yang justru memunculkan pesan agar kita berhati-hati terhadap karakter semacam kancil. Atau, malah bisa juga sebaliknya, karena kancil itu binatang lemah, maka dia harus mengoptimalkan otaknya, termasuk mencari cara-cara yang 'licik' agar bisa survive.
Lepas dari itu, dongeng sungguh mampu menelusupkan pemikiran sampai alam bawah sadar. Dengan kata lain, dongeng ternyata bisa membentuk karakter seseorang, bahkan jika dongeng itu menjadi milik masyarakat, maka bisa juga dongeng itu bisa membentuk karakter masyarakat.
David McLelland, seorang psikolog sosial, telah membuktikannya.Psikolog tersebut  menemukan sebuah teori, bahwa dongeng sebelum tidur ternyata berpengaruh terhadap prestasi suatu bangsa. McClelland membuat perbandingan antara dua negara adidaya pada abad 16, yakni Inggris dan Spanyol. Dalam penelitiannya, McClelland menemukan dongeng dan cerita anak Inggris abad ke-16 mengandung 'virus' yang menyebabkan pembaca atau pendengar terjangkit penyakit The need for Achievement (Kebutuhan Berprestasi) yang kemudian terkenal sebagai n-Ach. Sedangkan cerita dan dongeng Spanyol justru meninabobokan rakyatnya. 
Psikolog ini, dengan bantuan beberapa ahli yang netral, menemukan puisi, drama, pidato penguburan, kisah epik di Inggris ternyata menunjukkan optimisme yang tinggi, keberanian untuk mengubah nasib, dan sikap tidak cepat menyerah. Cerita-cerita seperti ini dianggap memiliki nilai n-Ach tinggi. Lalu ia juga menemukan pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi selalu didahului oleh The Need for Achievement yang tinggi dalam karya sastra masa itu. Ketika bergerak lebih jauh, mengumpulkan 1300 dongeng dan cerita anak dari berbagai negara era tahun 1925 dan 1950, ia mendapati cerita atau dongeng yang mengandung nilai n-Ach tinggi selalu diikuti pertumbuhan ekonomi yang tinggi di negara itu dalam kurun waktu 25 tahun kemudian.
Yang menarik, Ismail Marahaimin, guru besar Fakultas Ilmu Budaya UI, dalam makalahnya yang berjudul "Pembekalan pada Bengkel Penulis Cerita Anak," mengaitkan antara kepopuleran cerita si Kancil di Indonesia. Kancil adalah sosok binatang yang licik. Mungkinkah dongeng tersebut juga berkontribusi terhadap bangsa Indonesia saat ini?
Mungkin hal tersebut sebenarnya juga telah disadari oleh beberapa pendidik. Sebuah lagu yang diciptakan oleh NN (No Name), tampaknya berusaha mengcounter kisah si Kancil yang justru membuat anak-anak mengidolakan tokoh licik itu.
Si Kancil anak nakal, suka mencuri ketimun
Ayo lekas dikurung, jangan diberi ampun
Wallahu a'lam. Yang jelas, saya juga telah membuktikan bahwa dongeng ternyata sangat berperan dalam pembentukan karakter anak-anak saya. Jadi, saya tidak akan memberikan dongeng Kancil, khawatir justru karakter Kancil itu merasuk dalam diri anak saya. Kalaupun kelak anak saya mendapatkan cerita itu dari sumber lain, tentu saya akan berupaya mengcounternya sebisa saya. Bagaimana dengan Anda?